Selasa, 27 September 2011

Ikan-ikan Keramat di Kawasan Rambut Monte

"Ikan-ikan itu hanya mau disentuh oleh orang-orang tertentu yang terpilih. Menangkapnya secara sembarangan hanya akan mendatangkan malapetaka. Dulu pernah ada orang yang sengaja menjaringnya, namun sewaktu hendak dimasak, ikan itu tiba-tiba meloncat lalu menghilang seketika. Setelah kejadian itu, orang tersebut menderita sakit yang tak kunjung sembuh.” 

Sepenggal cerita* dari Nyonya Misikem, 70 tahunan, warga asli Blitar tersebut mampu membikin dahi saya mengernyit. Bagaimana tidak, cerita tersebut benar-benar mistis. Di era informasi modern seperti sekarang ini, beberapa diantara anda mungkin menganggap cerita semacam itu tak lebih dari sekedar medeni bocah. Dan kalau anda termasuk yang beranggapan seperti itu, maka bacalah ulasan di bawah ini, karena saya pun juga beranggapan demikian. Awalnya.

Ikan-ikan keramat yang saya lihat di kawasan Rambut Monte itu dikenal warga Blitar dengan nama ikan Sengakring. Nama umum (common name) ikan itu jika susunan letak huruf a dan k nya diubah, maka bunyinya akan sama dengan nama ikan langka yang ada di Telaga Banyu Biru, Pasuruan, yaitu ikan Sengkaring. Sengakring di Rambut Monte dan Sengkaring di Banyu Biru.

Ikan Sengkaring yang ada di Banyu Biru, menurut anonim dalam wikipedia, mirip dengan ikan wader (ikan berukuran kecil yang biasa terdapat di sungai-sungai Indonesia) namun memiliki panjang 115 cm dan lebar 30 cm. Lalu, bagaimana kah ciri-ciri ikan wader? Apakah juga mirip dengan ikan yang ada di Rambut Monte? Mari kita membaca sedikit. 

Ikan Wader Asli Indonesia : Wader Bintik Dua. Sumber : Wikipedia

Ikan wader termasuk ke dalam famili Cyprinidae, dan secara jelas terlihat berciri-ciri sebagai berikut : 
  • Bentuk tubuh memanjang mirip torpedo dan berukuran kecil yang disebut juga minnows, kebalikan dari carps yang bertubuh melebar dan berukuran besar (ikan mas, dll),
  • Terdapat 1 atau 2 pasang sungut di sekitar mulut
  • Memiliki 7 sirip termasuk ekor. Empat pasang di sekitar dada (sepasang dekat insang dan sepasang di perut), satu di punggung dan satu lagi dekat anus,
  • Bentuk sirip punggung (dorsal fin) meruncing ke atas,
  • Dan ini yang paling khas : bentuk ekor bercabang dua seperti terlihat pada gambar di atas dan bawah.
(berbagai sumber)

Cyprinidae Carps (atas) dan Minnows (bawah). Sumber : fishbase.org

Dari literatur-literatur tersebut saya mengira, ciri-ciri morfologi ikan Sengakring yang ada di Rambut Monte juga nyaris mirip dengan ikan wader. Paling tidak menurut saya, mereka satu famili. Coba perhatikan baik-baik gambar ikan Sengakring dibawah ini dengan kata-kata ber-bold di atas.

Ikan Sengakring di Kolam Rambut Monte.
Sumber : www.blitar.eastjava.com

Uniknya, ikan wader dan ikan-ikan dalam famili Cyprinidae-minnows lainnya biasanya berukuran tak lebih besar dari 15 cm. Berbeda dengan Ikan Sengakring atau Sengkaring yang berukuran jauh lebih besar. Dan sayangnya, saya hanya bisa menduga-duga cukup sampai disini.

Untuk kemungkinan menjawab pertanyaan-pertanyaan lebih jauh tentang : Apakah ikan Sengakring adalah nenek moyang famili Cyprinidae-minnows di Indonesia? Apakah Ikan Sengakring dengan Ikan Sengkaring berkerabat/satu famili? Atau, adakah kaitan sejarah antara Banyu Biru di Pasuruan dengan Rambut Monte di Blitar? dan bejibun pertanyaan-pertanyaan lainnya, menurut saya, perlu dilakukan penelitian yang mendalam.

Salah satu penelitian yang mungkin dilakukan adalah identifikasi genetik spesies. Dengan penelitian tersebut kita diharapkan bisa meng-klasifikasi-kan spesies yang diteliti, memperkirakan usia, keturunan, atau bahkan menjurus ke pemuliaan genetik. Bukan hanya untuk menguak sejarah dan asal usul ikan itu sendiri, namun juga sebagai dasar untuk mengungkap lebih jauh proses sejarah tentang lingkungan di sekitarnya. Sebab hingga kini, sejarah candi rambut monte dan ikan-ikan keramat itu masih berupa mitos.

Dengan penelitian ilmiah, saksi bisu memang bisa bicara banyak tentang fakta. Namun masalahnya, adakah yang berani meneliti ikan-ikan keramat itu?

  *penggalan cerita telah diterjemahkan dari bahasa Jawa

7 komentar:

  1. saya telah meneliti, rasanya hampir sama dengan ikan patin, cuma tidak selezat segurih patin. agak hambar/anyeb (jawa). Benar...jika ada yang mau meneliti saya sangat setuju,untuk menyelamatkan spesiesnya, cuma kadang kita harus benturan sengan adat yang sangat tidak masuk akan dan takhayul itu tidak terbukti, setelah saya mencurinya seekor di rambut monte

    BalasHapus
  2. maling maling hayoo di balekne ....
    bukan tahayul tapi menghormati , kalu itu barang bukan punya bapak kamu , atau mbahmu .. gak usah di ambil , punya bapak kamu ae harus minta ijin.

    BalasHapus
  3. @ takrima ima : yang mampu melindungi lingkungan adalah myth yang dikembangkan dan dikaji secara logos dan menjadi etos sebuah penghormatan, mereka bukan mengembangkan tahayul tetapi berkomunikasi sosial dengan caranya. Kerusakan bumi karena kesombongan manusia atas tata nilai tradisi lokal. Dalih ilmu modern atau agama merusak tata nilai , kalau yang dipikir dengan bijak sebenarnya merupakan paradox dari apa yang harus dikerjakan. Apakah manusia lebih baik bila merusak tata nilai yang dianut dan menyelamatkan alam. Semoga ilmu modern atau kepercayaan pendatang dapat berharmonisasi dengan tatanilai wilayah yang didatangi. Agar sesuatu yang terjaga baik dapat tetap baik.

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus

silahkan berkomentar dengan kata-kata yang sopan

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...