Judul diatas mungkin membuat dahi berkerut. Apa itu lamun? Mungkin belum banyak orang yang tahu atau mengenalnya. Bahkan mungkin mahasiswa yang mempelajari biota laut pun belum tentu 'ngeh' jika disodori pertanyaan "apakah anda tahu tanaman lamun?".
Lamun adalah salah satu biota laut, tepatnya flora yang tumbuh mengakar di dasar perairan laut yang dangkal. Tumbuhan lamun secara fisik sangat mirip dengan rumput, lalu disebut padang lamun karena pertumbuhannya yang secepat dan seluas padang rumput. Perbedaan yang paling mendasar adalah tumbuhan lamun hidup di tanah dasar laut, sedangkan rumput hidup di tanah terbuka. Berikut ini adalah salah satu dokumentasi pribadi perjalanan saya tentang lamun.
Daerah diantara pasang tertinggi dan surut terendah, yang selanjutnya saya sebut zona intertidal inilah kita bisa menjumpai tanaman lamun tumbuh lebat. Kita bahkan bisa melihatnya dengan sangat jelas terutama ketika laut sedang surut. Keberadaan vegetasi lamun ini menunjukkan pantai yang sehat yang di dalamnya terdapat berbagai macam kehidupan biota laut yang kompleks.
Seberapa berharga tanaman lamun?
Sebagaimana padang rumput, padang lamun juga merupakan ekosistem yang berharga secara tidak langsung. Berharga bagaimana? ya, saya ambil contoh tanaman rumput. Tanaman ini merupakan makanan alami hewan ternak yang berharga seperti sapi, kerbau, domba, kambing, dsb. Tak ada rumput, maka hewan-hewan ternak itu tak akan bisa memamah biak dan menghasilkan uang. Begitu pula yang terjadi dengan lamun.
Selain merupakan tanaman yang dimakan langsung oleh herbivor seperti dugong dan penyu, lamun juga merupakan habitat tumbuh dan berkembang biak hewan-hewan laut kecil, seperti ikan (pisces), teripang, kerang dan keong, udang, cumi-cumi, gurita, dsb. Hewan-hewan laut tersebut tentu akan bernilai ekonomis tinggi jika mereka telah masuk kriteria hewan laut dewasa yang layak tangkap.
Disamping itu lamun juga aktif menyuplai nutrisi yang amat dibutuhkan terumbu karang sekaligus melindungi terumbu karang dari gelontoran lumpur dari daratan. Anda tahu, lumpur dapat mematikan terumbu karang. Oleh karena itu, kehadiran lamun tentu sangat mempengaruhi produktivitas dan kelangsungan hidup terumbu karang.
Kelebihan lain dari lamun yaitu tumbuhan ini dapat menyerap karbon dari udara melalui fotosintesis dan mengunci sekitar 50% dari karbon yang terserap di dasar perairan. Berbeda dengan fitoplankton yang juga menyerap karbon dari udara, tetapi diperkirakan hanya 10% saja yang terkunci di dasar perairan. Sebab itu, lamun dapat membantu mereduksi gas karbon yang mengendap di atmosfer.
Ilmuwan di negara-negara barat telah melakukan estimasi ekonomis ekosistem lamun, dimana nilai ekonomi lamun secara kasar diperkirakan sekitar USD 19.000 (±Rp. 171 juta) per hektar per tahun. Jika dihitung perluasan, nilai ini besarnya 23 kali rata-rata nilai ekonomi terestial dan 33 kali lebih besar daripada rata-rata nilai sumber daya laut lainnya. Nilai ekonomi ini termasuk rangking ketiga global untuk ekosistem yang paling berharga, disamping estuari dan wetlands. Bahkan estimasi nilai ekonomis padang lamun di kawasan Puget Sound, USA mencapai USD 413.325 (± Rp. 3,7 Miliar) per hektar per tahun.
Kenapa belum digali jika berharga?
'Digali' dalam sub judul ini bukan berarti digali menggunakan cangkul lalu dijual ke penadah. Namun lebih kepada menggali ilmu pengetahuan ekologi terhadap lamun. Hal ini karena lamun tidak sepopuler terumbu karang atau mangrove yang sudah jelas diketahui memiliki potensi ekonomi bagi masyarakat. Padahal lamun juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi, meskipun tidak secara langsung, namun merupakan sumber modal untuk menghasilkan sesuatu yang sangat bernilai dan berkelanjutan.
Di negara kita sendiri lamun baru mendapat perhatian dari para ilmuwan sekitar tahun 2000-an. Abad 20 dimana industri di negara kita sedang tumbuh dan berkembang dengan pesatnya hingga mengurug kawasan pesisir menjadi beton-beton raksasa. Di masa-masa pertumbuhan penduduk yang begitu cepatnya hinggga menghasilkan sampah yang menutupi pesisir laut kita. Baru setelah itu kita sadar bahwa ternyata terdapat harta karun di pesisir laut yang selama ini kita hiraukan keberadaannya.
Jika pembangunan besar-besaran yang berbasis daratan (land oriented) di negara kepulauan kita ini sudah telanjur terbentuk, lalu apa mungkin kita membongkar kembali bangunan-bangunan land oriented itu lalu mulai menggali harta karun kita yang hilang terpendam dibawahnya? jawaban saya adalah tidak mungkin. Kenapa?
Pertama, lahan pesisir saat ini menjadi tempat tinggal sekaligus mata pencaharian bagi saudara-saudara kita yang tidak mampu membeli tanah di kota. Lahan di darat terutama di Jawa sudah sedemikian sempit digunakan untuk sawah, perumahan, bangunan industri, sehingga saudara-saudara kita yang kurang beruntung tidak mampu membeli tanah yang harganya semakin melangit.
Kedua, pesatnya perkembangan industri dan teknologi mendorong pembangunan pabrik, wisata, dan atau pelabuhan di daerah strategis, yaitu daerah yang dekat dengan laut. Kota-kota besar cenderung terletak di daerah pesisir, contohnya, Surabaya, DKI Jakarta, Bandar Lampung, Samarinda, dsb. Jika bangunan-bangunan industri di atas lahan pesisir yang saat ini ada lalu dihancurkan demi rehabilitasi, maka otomatis karyawan di perusahaan tersebut tidak jelas nasibnya, dan tentunya akan terjadi PHK.
Ketiga, diperlukan waktu ratusan tahun untuk mengembalikan fungsi ekologis pesisir seperti sedia kala, di sisi lain, populasi penduduk semakin meningkat dari tahun ke tahun. Maka yang paling mungkin kita lakukan saat ini adalah mempertahankan harta kekayaan laut kita yang masih ada agar jangan sampai 'dicuri' atau keliru mengelolanya.
Di daerah pantai Utara Jawa Timur sendiri lamun masih sedikit tersisa di pesisir antara Lamongan - Gresik - Probolinggo hingga Situbondo. Itupun kondisinya sudah rusak dan hanya ditemui pada titik-titik tertentu di sepanjang pesisir Utara itu. Di pantai Selatan Jawa Timur, lamun juga dapat dijumpai di pesisir pantai Sendang Biru (Malang). Kondisi lamun terbaik, lengkap dengan ekosistem lain yang saling mendukung yaitu mangrove-terumbu karang, dapat dijumpai di pesisir pantai Bama - Lempuyang, Taman Nasional Baluran (TNB).
Di dalam ekosistem lamun TNB tersebut, kita dapat melihat, mengetahui, dan mungkin kita bisa memahami kehidupan sesungguhnya hewan-hewan laut kecil luar biasa yang berkeliaran diantara tumbuhan lamun. Disana pula kita mungkin bisa sejenak merenung dan menyadari bahwa lamun benar-benar merupakan harta karun laut kita yang selama ini kita acuhkan.
Lamun adalah salah satu biota laut, tepatnya flora yang tumbuh mengakar di dasar perairan laut yang dangkal. Tumbuhan lamun secara fisik sangat mirip dengan rumput, lalu disebut padang lamun karena pertumbuhannya yang secepat dan seluas padang rumput. Perbedaan yang paling mendasar adalah tumbuhan lamun hidup di tanah dasar laut, sedangkan rumput hidup di tanah terbuka. Berikut ini adalah salah satu dokumentasi pribadi perjalanan saya tentang lamun.
Dok pribadi. Tanaman Lamun |
Seberapa berharga tanaman lamun?
Sebagaimana padang rumput, padang lamun juga merupakan ekosistem yang berharga secara tidak langsung. Berharga bagaimana? ya, saya ambil contoh tanaman rumput. Tanaman ini merupakan makanan alami hewan ternak yang berharga seperti sapi, kerbau, domba, kambing, dsb. Tak ada rumput, maka hewan-hewan ternak itu tak akan bisa memamah biak dan menghasilkan uang. Begitu pula yang terjadi dengan lamun.
Selain merupakan tanaman yang dimakan langsung oleh herbivor seperti dugong dan penyu, lamun juga merupakan habitat tumbuh dan berkembang biak hewan-hewan laut kecil, seperti ikan (pisces), teripang, kerang dan keong, udang, cumi-cumi, gurita, dsb. Hewan-hewan laut tersebut tentu akan bernilai ekonomis tinggi jika mereka telah masuk kriteria hewan laut dewasa yang layak tangkap.
Disamping itu lamun juga aktif menyuplai nutrisi yang amat dibutuhkan terumbu karang sekaligus melindungi terumbu karang dari gelontoran lumpur dari daratan. Anda tahu, lumpur dapat mematikan terumbu karang. Oleh karena itu, kehadiran lamun tentu sangat mempengaruhi produktivitas dan kelangsungan hidup terumbu karang.
Kelebihan lain dari lamun yaitu tumbuhan ini dapat menyerap karbon dari udara melalui fotosintesis dan mengunci sekitar 50% dari karbon yang terserap di dasar perairan. Berbeda dengan fitoplankton yang juga menyerap karbon dari udara, tetapi diperkirakan hanya 10% saja yang terkunci di dasar perairan. Sebab itu, lamun dapat membantu mereduksi gas karbon yang mengendap di atmosfer.
Ilmuwan di negara-negara barat telah melakukan estimasi ekonomis ekosistem lamun, dimana nilai ekonomi lamun secara kasar diperkirakan sekitar USD 19.000 (±Rp. 171 juta) per hektar per tahun. Jika dihitung perluasan, nilai ini besarnya 23 kali rata-rata nilai ekonomi terestial dan 33 kali lebih besar daripada rata-rata nilai sumber daya laut lainnya. Nilai ekonomi ini termasuk rangking ketiga global untuk ekosistem yang paling berharga, disamping estuari dan wetlands. Bahkan estimasi nilai ekonomis padang lamun di kawasan Puget Sound, USA mencapai USD 413.325 (± Rp. 3,7 Miliar) per hektar per tahun.
Kenapa belum digali jika berharga?
'Digali' dalam sub judul ini bukan berarti digali menggunakan cangkul lalu dijual ke penadah. Namun lebih kepada menggali ilmu pengetahuan ekologi terhadap lamun. Hal ini karena lamun tidak sepopuler terumbu karang atau mangrove yang sudah jelas diketahui memiliki potensi ekonomi bagi masyarakat. Padahal lamun juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi, meskipun tidak secara langsung, namun merupakan sumber modal untuk menghasilkan sesuatu yang sangat bernilai dan berkelanjutan.
Di negara kita sendiri lamun baru mendapat perhatian dari para ilmuwan sekitar tahun 2000-an. Abad 20 dimana industri di negara kita sedang tumbuh dan berkembang dengan pesatnya hingga mengurug kawasan pesisir menjadi beton-beton raksasa. Di masa-masa pertumbuhan penduduk yang begitu cepatnya hinggga menghasilkan sampah yang menutupi pesisir laut kita. Baru setelah itu kita sadar bahwa ternyata terdapat harta karun di pesisir laut yang selama ini kita hiraukan keberadaannya.
Jika pembangunan besar-besaran yang berbasis daratan (land oriented) di negara kepulauan kita ini sudah telanjur terbentuk, lalu apa mungkin kita membongkar kembali bangunan-bangunan land oriented itu lalu mulai menggali harta karun kita yang hilang terpendam dibawahnya? jawaban saya adalah tidak mungkin. Kenapa?
Pertama, lahan pesisir saat ini menjadi tempat tinggal sekaligus mata pencaharian bagi saudara-saudara kita yang tidak mampu membeli tanah di kota. Lahan di darat terutama di Jawa sudah sedemikian sempit digunakan untuk sawah, perumahan, bangunan industri, sehingga saudara-saudara kita yang kurang beruntung tidak mampu membeli tanah yang harganya semakin melangit.
Kedua, pesatnya perkembangan industri dan teknologi mendorong pembangunan pabrik, wisata, dan atau pelabuhan di daerah strategis, yaitu daerah yang dekat dengan laut. Kota-kota besar cenderung terletak di daerah pesisir, contohnya, Surabaya, DKI Jakarta, Bandar Lampung, Samarinda, dsb. Jika bangunan-bangunan industri di atas lahan pesisir yang saat ini ada lalu dihancurkan demi rehabilitasi, maka otomatis karyawan di perusahaan tersebut tidak jelas nasibnya, dan tentunya akan terjadi PHK.
Ketiga, diperlukan waktu ratusan tahun untuk mengembalikan fungsi ekologis pesisir seperti sedia kala, di sisi lain, populasi penduduk semakin meningkat dari tahun ke tahun. Maka yang paling mungkin kita lakukan saat ini adalah mempertahankan harta kekayaan laut kita yang masih ada agar jangan sampai 'dicuri' atau keliru mengelolanya.
Di daerah pantai Utara Jawa Timur sendiri lamun masih sedikit tersisa di pesisir antara Lamongan - Gresik - Probolinggo hingga Situbondo. Itupun kondisinya sudah rusak dan hanya ditemui pada titik-titik tertentu di sepanjang pesisir Utara itu. Di pantai Selatan Jawa Timur, lamun juga dapat dijumpai di pesisir pantai Sendang Biru (Malang). Kondisi lamun terbaik, lengkap dengan ekosistem lain yang saling mendukung yaitu mangrove-terumbu karang, dapat dijumpai di pesisir pantai Bama - Lempuyang, Taman Nasional Baluran (TNB).
Di dalam ekosistem lamun TNB tersebut, kita dapat melihat, mengetahui, dan mungkin kita bisa memahami kehidupan sesungguhnya hewan-hewan laut kecil luar biasa yang berkeliaran diantara tumbuhan lamun. Disana pula kita mungkin bisa sejenak merenung dan menyadari bahwa lamun benar-benar merupakan harta karun laut kita yang selama ini kita acuhkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan berkomentar dengan kata-kata yang sopan