Jam sudah menunjukkan pukul 15.30 WIB ketika saya memutuskan untuk meluncur ke kawasan Wisata Cagar Budaya Rambut Monte, Desa Krisik, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar. Perjalanan sepanjang 15 km dari pasar Wlingi ke arah Utara (jalan lintas ke kota Batu) ditempuh dalam waktu 20 menit naik motor.
Menurut penuturan petugas jaga, Rambut Monte merupakan sebuah candi pemujaan petilasan Majapahit. Candi Rambut Monte berukuran kecil, tingginya kurang lebih separuh tinggi badan orang dewasa. Di depan candi terdapat tempat untuk meletakkan sesaji dan membakar dupa. Banyak para pengunjung asal Blitar dan kota lain yang bertujuan untuk "meminta" di depan candi tersebut.
Setelah mengabadikan gambar candi, kami mengunjungi sebuah kolam yang di salah satu sisinya terdapat anjungan. Kolam itu berbentuk persegi dimana di dasarnya terdapat mata air, yang airnya tak pernah berhenti mengalir saat kemarau sekalipun.
Petugas jaga bercerita, mata air itu adalah pusara Laut Selatan. Dan cerita itu menurut saya bukan tanpa alasan. Karena dari atas anjungan, kami bisa melihat dengan jelas semacam ceruk di dasar kolam yang berwarna putih bersih berair biru mirip air laut, yang (diduga) memang terhubung dengan laut.
Dari atas anjungan itu pula saya melihat ikan-ikan eksotis seukuran lengan orang dewasa berseliweran sambil sesekali menampakkan sirip punggungnya ke permukaan, layaknya seekor hiu yang hendak memangsa. Konon, ikan-ikan itu merupakan jelmaan prajurit-prajurit Majapahit penjaga candi, sehingga dikeramatkan. Dan barangsiapa yang memberi makan para penjaga mata air itu, niscaya kehidupannya akan dipenuhi berkah.
Namun ketika saya mencoba menabur beberapa biji kacang atom dengan maksud memberi makan ikan sekaligus memotretnya, bukannya menghampiri, ikan-ikan itu malah menjauh. Susah payah kami mengelilingi kolam mencari spot yang baik untuk mengambil gambar, tetap tak berhasil. Hanya sekumpulan ikan-ikan kecil di bawah anjungan yang bisa kami potret. Spontan saya mengumpat kesal. Seketika itu tiba-tiba dompet kawan saya terjatuh ke dalam kolam. Kami langsung bergidik membayangkan hal-hal tahyul.
Satu per satu lembaran-lembaran rupiah, KTP, kartu ATM, dan sebagainya yang ada di dalam dompet kami lap dengan kertas tissue karena basah kuyup. Setelah kejadian itu, kami teringat pesan leluhur, "dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung". Dalam hati, saya janji untuk tak lagi mengeluh dan mengumpat.
Untuk masuk dan parkir kendaraan, kami hanya membayar Rp.5000,-/motor. Selain ongkos masuk, seseorang menawari kami sebungkus kacang atom sebagai makanan ikan. Saya heran, ikan macam apa yang makan kacang atom??
Menurut penuturan petugas jaga, Rambut Monte merupakan sebuah candi pemujaan petilasan Majapahit. Candi Rambut Monte berukuran kecil, tingginya kurang lebih separuh tinggi badan orang dewasa. Di depan candi terdapat tempat untuk meletakkan sesaji dan membakar dupa. Banyak para pengunjung asal Blitar dan kota lain yang bertujuan untuk "meminta" di depan candi tersebut.
Candi Rambut Monte |
Setelah mengabadikan gambar candi, kami mengunjungi sebuah kolam yang di salah satu sisinya terdapat anjungan. Kolam itu berbentuk persegi dimana di dasarnya terdapat mata air, yang airnya tak pernah berhenti mengalir saat kemarau sekalipun.
Kolam di Kawasan Rambut Monte |
Petugas jaga bercerita, mata air itu adalah pusara Laut Selatan. Dan cerita itu menurut saya bukan tanpa alasan. Karena dari atas anjungan, kami bisa melihat dengan jelas semacam ceruk di dasar kolam yang berwarna putih bersih berair biru mirip air laut, yang (diduga) memang terhubung dengan laut.
Ceruk Mirip Pasir Laut di Dasar Kolam |
Dari atas anjungan itu pula saya melihat ikan-ikan eksotis seukuran lengan orang dewasa berseliweran sambil sesekali menampakkan sirip punggungnya ke permukaan, layaknya seekor hiu yang hendak memangsa. Konon, ikan-ikan itu merupakan jelmaan prajurit-prajurit Majapahit penjaga candi, sehingga dikeramatkan. Dan barangsiapa yang memberi makan para penjaga mata air itu, niscaya kehidupannya akan dipenuhi berkah.
Namun ketika saya mencoba menabur beberapa biji kacang atom dengan maksud memberi makan ikan sekaligus memotretnya, bukannya menghampiri, ikan-ikan itu malah menjauh. Susah payah kami mengelilingi kolam mencari spot yang baik untuk mengambil gambar, tetap tak berhasil. Hanya sekumpulan ikan-ikan kecil di bawah anjungan yang bisa kami potret. Spontan saya mengumpat kesal. Seketika itu tiba-tiba dompet kawan saya terjatuh ke dalam kolam. Kami langsung bergidik membayangkan hal-hal tahyul.
Kerumunan Ikan-ikan Kecil di Kolam Rambut Monte |
Satu per satu lembaran-lembaran rupiah, KTP, kartu ATM, dan sebagainya yang ada di dalam dompet kami lap dengan kertas tissue karena basah kuyup. Setelah kejadian itu, kami teringat pesan leluhur, "dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung". Dalam hati, saya janji untuk tak lagi mengeluh dan mengumpat.
ikannya mau makan uang mungkin... :P
BalasHapusbarangkali:).. tapi tetep aj horor..
BalasHapusikan sengkaring tidak hanya di blitar saja, di pemandian desa gunung ronggo kec. tajinan kabupaten malang juga ada....bahkan ada yang sebesar guling orang dewasa. cuma sengkaring yang besar jarang keluar dari persembunyiannya di gua dasar pemandian, karena banyak pengunjung yang mandi. Sekaring memang termasuk ikan langka, tapi kalo dihubungkan dengan perkelahian rahwana, naga dan mbah rambut monte, itu bohong besar. Kalo telaga ada hubungannya dengan laut selatan juga bohong besar...airnya bermuara di sungai brantas dan bermuara di laut utara....aneh2 orang kita. suka takhayul. Saya juga pernah mengambil ikan sengkaring di rambut monte, rasanya seperti ikan patin, saya juga gak kuwalat tuh?
BalasHapusBoleh juga tuh kapan2 mampir ke pemandian Desa Gunung Ronggo..thanks infonya..:)
BalasHapusMengenai ikan sengkaring, perkelahian rahwana, naga dan mbah rambut monte, saya juga belum tahu ceritanya..tapi bisa jadi adalah mitos yang merupakan karya sastra para nenek moyang kita.
Dan mitos ini ada ilmunya loh..namanya mitologi, yg dalam kamus besar bahasa indonesia online berarti : ilmu tt bentuk sastra yg mengandung konsepsi dan dongeng suci mengenai kehidupan dewa dan makhluk halus dl suatu kebudayaan.